Azan Yang Penuh Nostalgia
Sesaat
setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menghembuskan nafas terakhir, waktu solat
tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam masih
terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu
anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi bahawa Muhammad adalah utusan Allah)”,
tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum
muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara esak
tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.
Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam,
Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada
kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasulullah
(Aku bersaksi bahawa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung
menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam
tangisan pilu.
Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan
posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan
tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu,
Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan
berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.
Awalnya, Ash-Siddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan
Bilal sekali gus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal
mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk
kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau
telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju
kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar
membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”
Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah
mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam wafat.”
Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah
bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah
Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mahu
mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnu Khattab ke wilayah Syam, yang
kembali bertemu dengan Bilal Radiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.
Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa
hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu
Bakar ash-Siddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang ertinya), “Abu
Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak
Bilal agar mahu mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnu Khattab.
Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan,
Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka ia pun menangis tersedu-sedu, yang
kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah
dengan air mata. Ketika sampai pada rangkap “Asyhadu
anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi bahawa Muhammad adalah utusan Allah)”,
bilal berhenti kerana tidak tahan lagi menahan esak tangis beliau. Kerinduan pada
Rasulullah menyebabkan bilal tidak mampu meneruskan azan beliau. Ternyata suara
Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang
dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Bilal, “pengumandang seruan langit itu”, tetap tinggal di Damaskus hingga
wafat.
Comments
betapa rindunya bilal kpd Rasulullah...sdgkan kita pun slalu lpa kpd Allah..inikn pula Rasulullah...
KEGILAAN TUDUNG DIAN PELANGI!!
MARIMARI !
TENGOK SINI!
http://pulsowanie.blogspot.com/2011/12/kegilaan-tudung-dian-pelangi.html